Penguatan Manajemen Data dalam Penanggulangan KLB Polio di Aceh

Kasus polio yang ditemukan di Kabupaten Pidie pada November 2022 menjadi sorotan besar baik nasional maupun internasional, mengingat Indonesia telah dinyatakan bebas polio sejak tahun 2014. Temuan ini kemudian ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) nasional, sekaligus menjadi peringatan bahwa masih terdapat tantangan serius dalam cakupan imunisasi dasar di beberapa daerah, khususnya di Aceh. Rendahnya cakupan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari isu halal dan haram, minimnya dukungan keluarga (terutama peran ayah dalam mendukung imunisasi anak), hingga kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya imunisasi sebagai pencegahan penyakit.
Sebagai respons cepat terhadap situasi ini, pemerintah bersama mitra melaksanakan kampanye imunisasi polio menggunakan Novel Oral Polio Vaccine type 2 (nOPV2. Putaran pertama vaksinasi menargetkan sekitar 95.000 anak, dilanjutkan dengan putaran kedua yang menyasar lebih dari 1,2 juta anak di seluruh Aceh. Program ini diharapkan dapat menutup kesenjangan imunisasi dan mencegah penyebaran lebih luas kasus polio di tengah masyarakat. Namun, selain pelaksanaan vaksinasi, aspek yang tidak kalah penting adalah pengelolaan data yang akurat dan tepat wakt sebagai dasar pengambilan kebijakan kesehatan.
Dalam kegiatan ini, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Aceh berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Aceh, Kementerian Kesehatan RI, UNICEF Aceh, dan Yayasan Sehat Hebat Data Aceh Indonesia (SEHAI). Fokus utama kolaborasi adalah memperkuat sistem pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK). Aplikasi ini digunakan untuk mencatat data imunisasi dari tenaga kesehatan, sehingga seluruh informasi terkait pelaksanaan vaksinasi polio dapat dipantau secara real time dan terintegrasi. Peran Yayasan SEHAI dalam mendukung advokasi, komunikasi, serta penguatan kapasitas masyarakat juga menjadi bagian penting dari keberhasilan program ini.
Untuk mendukung kelancaran pelaporan, serangkaian kegiatan workshop telah dilaksanakan. Workshop pertama yang berlangsung pada 29 Desember 2022 di Banda Aceh bertujuan meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan enumerator dalam penggunaan aplikasi ASIK, membangun koordinasi dengan petugas lapangan, serta mengidentifikasi hambatan yang muncul dalam proses imputasi data. Kegiatan ini berhasil meningkatkan kepercayaan antara enumerator dengan tenaga kesehatan, sekaligus memastikan data yang dilaporkan lebih rapi, bersih, dan sesuai format yang dibutuhkan.

Selanjutnya, workshop kedua dilaksanakan pada 15 Februari 2023 dengan fokus pada monitoring dan evaluasi pelaksanaan input data putaran pertama. Pada kegiatan ini, tenaga kesehatan juga diberikan pelatihan penggunaan emulator LD Player yang memungkinkan input data lebih cepat melalui perangkat laptop. Hasilnya, tenaga kesehatan menjadi lebih terbiasa memantau dashboard ASIK setiap hari, memahami interval pemberian vaksin nOPV1 dan nOPV2, serta mampu memperbarui status vaksinasi anak dengan lebih efisien.
Selain workshop, enumerator juga memiliki peran vital dalam mendampingi tenaga kesehatan di lapangan. Mereka tidak hanya melakukan input data harian, tetapi juga memantau perkembangan, melakukan validasi terhadap data yang masuk, memberikan edukasi teknis, serta memotivasi tenaga kesehatan agar konsisten melaporkan hasil imunisasi. Dari Desember 2022 hingga Februari 2023, tercatat sebanyak 104.482 entri data imunisasi polio berhasil dimasukkan ke dalam sistem ASIK. Angka ini menunjukkan kerja keras tim enumerator yang didukung oleh koordinasi lintas lembaga, sehingga proses pelaporan dapat berjalan tepat waktu dan sesuai target.
Pencapaian ini memperlihatkan bahwa kolaborasi multipiha antara pemerintah, organisasi profesi, lembaga internasional, dan yayasan masyarakat sipil seperti Yayasan SEHAI merupakan kunci utama dalam memperkuat sistem kesehatan masyarakat. Dengan adanya sinergi tersebut, pengelolaan data menjadi lebih terarah, transparan, dan akuntabel, sehingga strategi eradikasi polio di Aceh dapat dijalankan secara efektif dan berkelanjutan. Ke depan, diharapkan praktik baik ini dapat terus diperluas dan menjadi model bagi wilayah lain dalam mengatasi tantangan kesehatan berbasis data.